Permainan
Tradisionil Anak Minang Yang Mulai Hilang
SETIAP suku yang ada di Wilayah
Republik Indonesia, bahkan dunia, memiliki ciri khas permainan yang berbeda. Di
Ranah Minang atau Sumatera Barat, dari zaman dulu dikenal dengan beraneka ragam
permainan anak, yang saat ini keberadaannya sudah mulai jarang terlihat.
Anak-anak yang lahir di Sumatera
Barat, saat ini lebih suka permainan ala modren yang dikeluarkan oleh pabrik,
ketimbang menciptakan permainan itu tersebut, sehingga terkesan menciptakan
anak kurang kretaif. Bermacam permainan tradisional anak yang ada dan melagenda
di Ranah Minang sejak dulu, sejak tahun 90-an mulai tampak menghilang. Sebut
saja permainan kaki panjang yang terbuat dari kayu, sepak tekong, sepak rago,
Badia Batuang, dakak-dakak, terompa panjang atau tangkelek, galuak, main
kelereng, cak bur, gasiang dan lainnya kini jarang lagi ditemukan. Keberadaanya
pun terancam punah.
Menurut anggota Komisi I DPRD
Sumbar, Ahmad Rius, SH, menghilangnya permainan tradisionil di Sumatera Barat,
selain disebabkan oleh pengaruh teknology yang masuk sampai kepelosok nagari,
juga disebabkan tidak ada lagi generasi penerus yang tertarik kepada permainan
yang dinilai sudah kuno dan tidak sesuai lagi sama perkembangan zaman.
“Anak-anak lebih cendrung kepermainan moderen, seperi main mobil-mobilan
keluaran pabrik, main robot, pistol-pistolan atau bermain komputer. Sehingga
mereka menilai permainan yang diciptakan sendiri dianggap sudah kuno, padahal
itu menciptakan ide kreatif buat sianak,” jelas Ahmad Rius, politisi dari
Partai Amanat Nasional tersebut. Punahnya permainan tradisional Minangkabau, seiring
bergesernya budaya dan gaya hidup masyarakat Minang itu sendiri, mungkin akan
berdampak kurang baik buat budaya Minang.
Zaman dahulu sebelum tahun 90-an,
anak-anak di Ranah minang bermain dengan menggunakan alat yang seadanya. Tetapi
sesuai perkembangan waktu, anak-anak Minang kini bermain dengan
permainan-permainan berbasis teknologi yang berasal dari luar negeri dan buatan
mesin. Sementara permainan tradisionil tidak lagi mereka kenal. Bila kita
bicarakan kepada anak sekarang apa itu Sepak Tekong, mereka akan terheran dan
menganggap itu kuno. Lalu siapa yang bersalah? Meski saat ini permainan asli
Minang sudah jarang kita temui, namun kita masih ingat dibeberapa nagari di
Sumatera Barat yang belum tersentuh arus modrenisasi, masih ada permainan
tersebut kita temui. Permainan Lore, misalnya, dibeberapa sekolah SD di daerah
pedalaman, masih ada anak-anak yang memainkannya. Permainan yang bisa
menggunakan batu atau pecahan kaca dengan cara melempar arah kebelakang, maka
kalau batu atau pecahan kaca yang kita lempar berada di dalam kotak yang
terdiri dari 8 kotak, maka jelas kotak itu menjadi milik kita. Orang lain kalau
ingin masuk ke kotak berikutnya, harus melompati kotak kita dan tidak boleh
menginjaknya. Pelajaran yang bisa kita petik dari main lore ini, jelas kita
menghargai hak orang lain dan tidak boleh kita sembrono. Begitu juga dengan
permainan badia batuang, disini ada nilai kkebersamaannya. Sementara permainan
sipak tekong, mengajarin kita belajar mandiri. Perminan Sipak berarti sepak dan
tekong berarti wadah kaleng atau tempurung pengganti tekong. Permainan sipak
tekong adalah asli tradisional Minang. Permainan ini juga sudah sangat langkas
kita lihat, dimana permainan ini terdiri dari beberapa orang dan yang menjaga
tekong adalah yang terkena hukuman dan harus patuh sampai dia bisa menangkap
permainan lain dari persembunyiannya dan langsung berlari ke tekong yang
diletakan pada pusat garis lingkaran sebelum ditendang oleh yang lain. Ketika
sudah banyak yang tertangkap, mereka dapat bersembunyi kembali saat ada teman
menyelamatkan mereka dengan menyepak tekong keluar dari lingkaran setelah
berhasil mengibuli si penjaga. Dari permainan ini, juga terdapat unsur
sportifitas yang tinggi dan bisa membentuk watak sianak berjiwa sportif.
Permainan lain yang sudah langka kita lihat adalah permainan patok-lele. Permainan
tradisional yang satu bukan hanya ada di Ranahminnag, tapi hampir ada
disebahgian wilayah Rwpublik Indonesia. Permainan ini membutuhkan satu kayu
kecil sepajang 40 Centimeter, satu kayu sepanjang telunjuk dan sebuah lubang yang
dibuat di atas tanah. Cara bermainnya adalah dengan mencongkel dan memukul
bilah kayu kecil dengan kayu panjang dengan berbagai macam gaya. Jarak pukulan
dihitung dengan bilah kayu yang dipakai, mau besar atau kecil tergantung kesepakatan
sipemain. Permainan dilakukan bergantian dengan akumulasi skor masing-masing
pemain atau tim. Pemain yang menang akan mendapatkan hadiah berupa dikongkak
atau digendong oleh pihak yang kalah.
Namun segala jenis permainan
tradisionil ini, tampaknya akan tinggal kenangan, kalau di sekolah, di nagari
atau para orang tua tidak lagi bisa mengajarkan atau mencertakan kepada
generasi berikutnya. Kalau tidak, kita yakin permainan asli minang ini akan
tinggal kenangan (penulis adalah wartawan KORAN PADANG tinggal di Solok)
No comments:
Write komentar